Sekembalinya dari perang dzatul riqa’ rasulullah menetap di madinah sampai bulan syawal
 7 H dalam masa itu rasulullah  mengirim pasukan ke beberapa daerah.

A.   Pada Bulan safar / Rabiul Awwal rasulullah mengirim pasukan yang di pimpin oleh Ghalib bin Abdullah Al-laitsi ke Bani Al-Mallawah di Qadid , karena penduduk setempat membunuh para sahabat Basyir bin  suwaid hal ini sebagai Qishos , pertempuran pun terjadi pasukan kaum muslimin dapat  mengalahkan mereka dan mengambil binatang ternak mereka namun saat itu  mereka dapat menghimpun pasukan yang besar namun ketika mereka telah dekat dengan kaum muslimin tiba – tiba turun hujan lebat dan  mengakibatkan banjir sehingga memisahkan kedua pasukan tersebut , pasukan kaum muslimin selamat dalam peristiwa ini.  

B.   Pada jumadis tsani rasulullah mengirim  Pasukan yang di komandoi oleh  Husami  kisah nya sudah di jelaskan dalam surat menyurat dengan para pembesar.

C.  Pada Bulan Sya’ban Rasulullah mengirim umar bin khatab dengan 30 orang prajurit  menuju ke daerah turbah, mereka berangkat pada malam hari namun informasi tersebut sudah tercium oleh penduduk hawazin sehingga mereka kabur , sesampainya di tujuan umar tidak menemukan dari mereka akhirnya pasukan umar kembali kemadinah.

D.  Pada Bulan sya’ban Rasulullah mengirim pasukan yang di komandoi oleh Basyir bin sa’ad al anshory ke bani murah , pasukan bisyir yang berjumlah 30    menempuh jalan melewati jalur fadak  , mereka berhasil membawa binatang ternak dari bani murah saat perjalanan pulang pada malam hari mereka di hujani anak panah dari pihak musuh hingga 29 pasukan gugur basyir r.a sendiri sekalipun terkena panah dia selamat karena menyelinap ke wilayah fadak , dia tinggal disana bersama orang – orang yahudi sampai lukanya sembuh dan setelah itu dia kembali ke madinah.

E.  Pada Bulan Ramadhan Rasulullah mengutus Ghalib bin Abdullah Al-laitsi ke bani Uwwal dan Bani Abdullah bin Tsalabah di Ma’ifiah[1] pasukan berjumlah 130 orang , mereka melakukan penyerangan hingga dapat membunuh para tokoh dan membawa binatang ternak mereka , pada peperangan ini usamah bin zaid dapat membunuh Mardas Bin Nuhaik setelah dia mengucapkan kalimat tauhid lalu nabi bersabda kenapa engkau tidak membelah hatinya hingga engkau mengetahui ia benar atau berdusta.[2]

F.  Pada Bulan syawal Rasulullah mengirim Abdullah bin Ruwahah ke khaibar bersama 30 orang penunggang kuda hal ini di sebabkan oleh Asir atau Basyir bin Razzam menghimpun  kekuatan penduduk Ghafatan untuk menyerang madinah namun Asir dan pasukanya dapat di bujuk oleh kaum muslimin jika mereka mau menghadap nabi beliau akan mengangkatnya sebagai wakil di Khaibar , ketika berada di Qurqurah Niyar terjadi salah paham antara ke dua belah pihak sehingga asir dan Pasukanya terbunuh semua.

G.  Pada Bulan syawal Rasulullah juga mengirim 300 Pasukan yang di komandoi oleh Basyir bin Sa’ad Al Anshory ke Yaman dan Jabbar , pengiriman itu untuk menemui pasukan Musuh yang cukup besar , mereka melakukan mufakat jahat hendak menyerang pinggiran madinah , pasukan Basyir melakukan perjalanan pada malam hari dan bersembunyi pada siang hari , namun informasi kedatangan basyir dan pasukan tercium oleh pasukan musuh meskipun demikian musuh kabur  meninggalkan ghanimah yang sangat banyak yang kemudian menjadi milik kaum muslimin dan menawan 2 orang laki – laki , keduanya di bawa ke madinah lalu mereka masuk islam.

H.  Sebelum Umratul Qadha rasulullah mengirim 2 Orang pasukan yang di komandoi oleh Hadad al aslam ke ghabah karena ada seorang laki – laki dari jatsm bin muawiyah ke ghabah dengan sekolompok orang dalam jumlah besar , mereka menghimpun penduduk Qais untuk memerangi kaum muslimin namun dengan siasat perang yang handal membuat musuh tunggang langgang al hasil hadad berhasil membawa ghanimah berupa unta dan kambing dalam jumlah yang sangat banyak.




=============================

[1] Ada yang berpendapat pasukan di kirim ke Al huruqat yang termasuk wilayah Juhainah
[2] Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari seorang sahabat mulia yang juga merupakan cucu angkat kesayangan Rasulullah SAW, yaitu Usamah bin Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhuma bahwa ia berkata:
بَعَثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْحُرَقَةِ مِنْ جُهَيْنَةَ قَالَ فَصَبَّحْنَا الْقَوْمَ فَهَزَمْنَاهُمْ قَالَ وَلَحِقْتُ أَنَا وَرَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ رَجُلًا مِنْهُمْ قَالَ فَلَمَّا غَشِينَاهُ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ فَكَفَّ عَنْهُ الْأَنْصَارِيُّ فَطَعَنْتُهُ بِرُمْحِي حَتَّى قَتَلْتُهُ قَالَ فَلَمَّا قَدِمْنَا بَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَقَالَ لِي يَا أُسَامَةُ أَقَتَلْتَهُ بَعْدَ مَا قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّمَا كَانَ مُتَعَوِّذًا قَالَ أَقَتَلْتَهُ بَعْدَ مَا قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا عَلَيَّ حَتَّى تَمَنَّيْتُ أَنِّي لَمْ أَكُنْ أَسْلَمْتُ قَبْلَ ذَلِكَ الْيَوْمِ
Dari Usamah bin Zaid bin Haritsah Radhiyallahu ‘anhuma ia berkata, “Rasulullah SAW mengutus kami dalam sebuah pasukan perang untuk menyerang orang-orang kafir Marga Huraqah, bagian dari suku Juhainah. Kami menyerang mereka di waktu pagi dan kami mengalahkan mereka. Saya dan seorang sahabat Anshar mengejar seorang anggota Bani Huraqah yang melarikan diri. Ketika kami mengepungnya, tiba-tiba ia mengucapkan ‘Laa Ilaaha Illa Allah’ (Tiada Ilah Yang berhak disembah selain Allah). Sahabat Anshar itu pun menahan dirinya. Adapun saya menusuk orang tersebut dengan tombakku sampai saya menewaskannya.”
Usamah bin Zaid melanjutkan ceritanya, “Ketika kami tiba di Madinah, berita tersebut sampai kepada Nabi SAW. Maka beliau bertanya kepadaku, ‘Wahai Usamah, apakah engkau tetap membunuhnya setelah ia mengucapkan Laa Ilaaha Illa Allah?’ Saya (Usamah) menjawab, “Wahai Rasulullah, ia mengucapkannya sekedar untuk melindungi dirinya.”
Namun beliau SAW tetap bertanya, “Apakah engkau tetap membunuhnya setelah ia mengucapkan Laa Ilaaha Illa Allah?”
Saya (Usamah) berkata, “Beliau SAW masih terus mengulang-ulang pertanyaan itu, sehingga saya berangan-angan andai saja saya belum masuk Islam sebelum hari itu.”
Dalam riwayat Muslim, Rasulullah SAW bertanya kepada Usamah bin Zaid:
أَقَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَقَتَلْتَهُ
“Apakah ia sudah mengucapkan Laa Ilaaha Illa Allah, namun engkau tetap saja membunuhnya?”
Maka Usamah bin Zaid menjawab:
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّمَا قَالَهَا خَوْفًا مِنْ السِّلَاحِ
“Wahai Rasulullah, dia mengucapkannya karena takut kepada senjata kami.”
Namun Rasulullah SAW bersabda:
أَفَلَا شَقَقْتَ عَنْ قَلْبِهِ حَتَّى تَعْلَمَ أَقَالَهَا أَمْ لَا
“Kenapa engkau tidak membelah dadanya, sehingga engkau mengetahui apakah hatinya mengucapkan Laa Ilaaha Illa Allah karena ikhlash ataukah karena alasan lainnya?”
Usamah berkata:
فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا عَلَيَّ حَتَّى تَمَنَّيْتُ أَنِّي أَسْلَمْتُ يَوْمَئِذٍ
“Beliau terus-menerus mengulang pertanyaan itu kepada saya sehingga saya berharap andai saja saya baru masuk Islam pada hari itu.” (HR. Bukhari: Kitab ad-diyat no. 6872 dan Muslim: Kitab al-iman no. 96)
Dalam riwayat yang lain, Imam Muslim meriwayatkan dari Jundab bin Abdullah Al-Bajali radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah SAW bertanya kepada Usamah:
لِمَ قَتَلْتَهُ
“Kenapa engkau membunuhnya?”
Usamah menjawab:
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَوْجَعَ فِي الْمُسْلِمِينَ وَقَتَلَ فُلَانًا وَفُلَانًا وَسَمَّى لَهُ نَفَرًا وَإِنِّي حَمَلْتُ عَلَيْهِ فَلَمَّا رَأَى السَّيْفَ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
“Wahai Rasulullah, ia telah menimbulkan luka-luka terhadap kaum muslimin, bahkan ia telah menewaskan fulan dan fulan.” Usamah menyebutkan sejumlah sahabat yang gugur di tangan orang itu. Usamah lalu berkata, “Saya menyerang orang itu, namun saat ia melihat pedang saya, ia mengucapkan Laa Ilaaha Illa Allah.”
Rasulullah bertanya lagi: “Apakah kamu telah membunuhnya?”
Usamah menjawab: “Ya.”
Rasulullah bertanya lagi:
فَكَيْفَ تَصْنَعُ بِلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ إِذَا جَاءَتْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Lantas bagaimana engkau akan menghadapi kalimat Laa Ilaaha Illa Allah jika datang kelak pada hari kiamat?”
Usamah berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ اسْتَغْفِرْ لِي
“Wahai Rasulullah, mintakanlah ampunan Allah untuk diri saya.”
Namun Rasulullah SAW justru kembali bertanya:
وَكَيْفَ تَصْنَعُ بِلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ إِذَا جَاءَتْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Lantas bagaimana engkau akan menghadapi kalimat Laa Ilaaha Illa Allah jika datang kelak pada hari kiamat?”
Usamah berkata:
فَجَعَلَ لَا يَزِيدُهُ عَلَى أَنْ يَقُولَ كَيْفَ تَصْنَعُ بِلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ إِذَا جَاءَتْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Beliau tidak melebihkan jawaban beliau selain senantiasa mengulang-ulang pertanyaan ‘Lantas bagaimana engkau akan menghadapi kalimat Laa Ilaaha Illa Allah jika datang kelak pada hari kiamat?’” (HR. Muslim: Kitab al-iman no. 97) Para ulama Islam menjelaskan bahwa teguran keras Rasulullah SAW kepada Usamah bin Zaid tersebut mengandung pelajaran sangat berharga.
Imam Ibnu At-Tin berkata, “Dalam celaan Nabi SAW ini terdapat unsur pengajaran dan nasehat yang sangat mendalam, sehingga tidak ada lagi seorang pun yang berani membunuh orang yang mengucapkan dua kalimat tauhid.”
Imam Al-Qurthubi berkata, “Tindakan Nabi SAW yang mengulang-ulang teguran keras tersebut dan berpalingnya beliau sehingga tidak mau menerima udzur Usamah, mengandung peringatan sangat keras agar tidak melakukan tindakan seperti itu.”
Imam An-Nawawi berkata, “Sesungguhnya engkau hanya diperintahkan untuk beramal sesuai kondisi lahiriah dan ucapan lisan. Adapun urusan hati, engkau tidak akan mampu mengetahuinya. Maka Nabi SAW mengingkari tindakan Usamah yang tidak bertindak atas dasar apa yang nampak dari ucapan lisan. Maka beliau SAW bersabda ‘Kenapa engkau tidak membelah dadanya?’ sehingga engkau mengetahui apakah hatinya mengucapkan Laa Ilaaha Illa Allah karena ikhlash dan yakin ataukah karena alasan lainnya?’ Maksudnya, jika engkau tidak mampu mengetahui isi hati orang itu, maka hendaklah engkau mencukupkan diri dengan menerima ucapan lisannya
Teguran keras Rasulullah SAW yang berulang-ulang tersebut meninggalkan penyesalan yang sangat mendalam dalam diri Usamah bin Zaid. Usamah berkata: “Beliau terus-menerus mengulang pertanyaan itu kepada saya sehingga saya berharap andai saja saya baru masuk Islam pada hari itu.”
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata: “Usamah berharap masuk Islam pada hari tersebut, sebab masuk Islam akan menghapuskan dosa-dosa sebelumnya. Ia berandai-andai hari tersebut menjadi awal keislamannya, agar ia selamat dari dosa tindakannya tersebut.”
Imam Al-Qurthubi berkata, “Pernyataan Usamah tersebut mengesankan bahwa ia menganggap remeh amal-amal shalih yang telah ia kerjakan sebelum itu, dibandingkan besarnya dosa tindakan pembunuhan tersebut, ketika ia mendengar pengingkaran yang sangat keras tersebut.”
Imam Ibnu Bathal berkata, “Kisah ini menjadi sebab Usamah bersumpah untuk tidak pernah membunuh seorang muslim pun setelah hari itu. Oleh karenanya Usamah tidak menyertai Ali bin Abi Thalib