Perang dzi / dzatul qarad  terjadi 3 Hari sebelum perang Khaibar tentang riwayat perang dapat di temukan dalam Hadist Bukhori No 3873 dan Hadist Riwayat Imam Muslim 5/190-195 dan juga pada kitab – kitab siroh lainya seperti Zadul Ma’ad Ibnu Qoyyim atau Kitab Kontemporer Ar-Rahiq al Maqtum Syafiurahman Al- Mubarokfury.

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا حَاتِمٌ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي عُبَيْدٍ قَالَ سَمِعْتُ سَلَمَةَ بْنَ الْأَكْوَعِ يَقُولُخَرَجْتُ قَبْلَ أَنْ يُؤَذَّنَ بِالْأُولَى وَكَانَتْ لِقَاحُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَرْعَى بِذِي قَرَدَ قَالَ فَلَقِيَنِي غُلَامٌ لِعَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ فَقَالَ أُخِذَتْ لِقَاحُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُلْتُ مَنْ أَخَذَهَا قَالَ غَطَفَانُ قَالَ فَصَرَخْتُ ثَلَاثَ صَرَخَاتٍ يَا صَبَاحَاهْ قَالَ فَأَسْمَعْتُ مَا بَيْنَ لَابَتَيْ الْمَدِينَةِ ثُمَّ انْدَفَعْتُ عَلَى وَجْهِي حَتَّى أَدْرَكْتُهُمْ وَقَدْ أَخَذُوا يَسْتَقُونَ مِنْ الْمَاءِ فَجَعَلْتُ أَرْمِيهِمْ بِنَبْلِي وَكُنْتُ رَامِيًا وَأَقُولُ أَنَا ابْنُ الْأَكْوَعْوَالْيَوْمُ يَوْمُ الرُّضَّعْوَأَرْتَجِزُ حَتَّى اسْتَنْقَذْتُ اللِّقَاحَ مِنْهُمْ وَاسْتَلَبْتُ مِنْهُمْ ثَلَاثِينَ بُرْدَةً قَالَ وَجَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالنَّاسُ فَقُلْتُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ قَدْ حَمَيْتُ الْقَوْمَ الْمَاءَ وَهُمْ عِطَاشٌ فَابْعَثْ إِلَيْهِمْ السَّاعَةَ فَقَالَ يَا ابْنَ الْأَكْوَعِ مَلَكْتَ فَأَسْجِحْ قَالَ ثُمَّ رَجَعْنَا وَيُرْدِفُنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى نَاقَتِهِ 
حَتَّى دَخَلْنَا الْمَدِينَةَ

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Hatim bin Yazid dari Yazid bin Abu 'Ubaid ia berkata; aku mendengar Salamah bin Al Akwa' berkata; "Aku keluar sebelum adzan pertama shalat Shubuh (dikumandangkan). Saat itu unta betina bunting milik Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sedang digembalakan di Dzi Qarad." Dia melanjutkan; "Lalu aku berjumpa dengan budak Abdurrahman bin 'Auf, dia berkata; "Unta Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah dicuri orang." Aku bertanya; "Siapa yang mencurinya?". Dia berkata: "(Suku) Ghathafan". Maka aku berteriak sebanyak tiga kali dengan teriakan yang dapat diperdengarkan diantara dua bukit Madinah. Maka aku hadapkan wajahku (tidak menoleh ke kanan dan kiri) hingga aku dapat menemukan mereka hendak memberikan minum unta itu. Aku meluncurkan anak panah kepada mereka. Aku adalah orang yang ahli memanah. Aku katakan; "Akulah putra Al Akwa'. Hari ini adalah hari kebinasaan orang-orang yang hina" Dan aku terus bersya'ir hingga aku merebut kembali unta tersebut dari mereka (sebelum mereka meminum air susunya). Aku juga berhasil merampas sebanyak tiga puluh burdah (kain selimut)." Dia melanjutkan; "Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beserta para shahabat datang. Aku katakan; "Wahai Nabiyullah, aku dapat mendahului kaum itu dari mata air sehingga mereka kehausan. Untuk itu, utuslah aku sejenak (untuk memberi pelajaran kepada mereka)." Maka beliau bersabda: "Wahai Ibnu Al Akwa', tahanlah emosimu dan bersikap lembutlah." Dia berkata; "Kemudian kami kembali dan aku dibonceng di atas unta beliau hingga kami memasuki kota Madinah." ( HR.Imam Bukhori)

Dari Iyas bin Salamah, dari ayahnya, dia berkata, "Kami pernah ikut bersama Rasulullah SAW ke Hudaibiyah. Pada saat itu kami berjumlah seribu empat ratus orang, sedangkan kami hanya membawa lima puluh ekor kambing. Tentunya air susu kambing sejumlah itu tidak cukup untuk kami minum. Setelah itu, Rasulullah SAW duduk di dekat sebuah sumur sambil berdoa atau meludahinya. Berkat doa yang dibacakan Rasulullah kepada air susu kambing tersebut, maka kami semua dapat meminum susu dengan sepuas-puasnya. Kemudian Rasulullah SAW mengajak kami untuk berbai'at kepada beliau di bawah pohon. Saya berbai'at kepada Rasulullah pada rombongan pertama. Kemudian beliau terus menerima pembai'atan dari para sahabat yang hadir pada saat itu. Ketika sampai pada rombongan yang berada di tengah, Rasulullah SAW berkata kepada saya, 'Berbai'atlah hai Salama. Saya pun berkata kepada beliau, 'Saya telah berbai'at kepada engkau pada rombongan yang pertama ya Rasulullah.' Tetapi beliau malah berkata kepada saya, 'Berbai'atlah lagi hai Salama' Lalu saya pun menuruti permintaan beliau. Ketika melihat saya tidak membawa senjata sama sekali. maka Rasulullah memberikan tameng atau perisai kepada saya. Selanjutnya beliau menerima pembai'atan lagi dari rombongan yang terakhir. Pada saat itu beliau kembali bertanya kepada saya, 'Mengapa kamu tidak ikut berbai'at kepadaku hai Salama?' Saya menjawab, 'Saya telah berbai'at kepada engkau ya Rasulullah, bahkan sampai dua kali berbai'at kepada engkau, yaitu pada rombongan pertama dan pada rombongan pertengahan.' Rasulullah SAW berkata, 'Berbai'atlah sekali lagi hai Salama!' Lalu saya pun ikut berbai'at kepadanya untuk ketiga kalinya. Selesai berbai'at Rasulullah SAW bertanya kepada saya, 'Hai Salama, mana tameng atau perisai yang aku berikan kepadamu?' Saya mencoba menjelaskan pertanyaan beliau kepada saya, 'Ya Rasulullah, tadi saya bertemu dengan paman saya, Amir, yang juga tidak mempunyai senjata sama sekali. Oleh karena itu, saya memberikan tameng pemberian engkau tersebut kepadanya.' Mendengar penjelasan itu, Rasulullah tersenyum dan berkata, 'Sesungguhnya kamu seperti yang dikatakan orang-orang dahulu, "Ya Allah ya Tuhanku, berikanlah aku seorang kekasih yang lebih aku cintai dari diriku sendiri' Beberapa hari kemudian kaum musyrikin mengajak kami berdamai dengan cara mengirim kurir terlebih dahulu. Setelah mengalami proses yang tidak begitu lama, akhirnya kami bersepakat untuk berdamai. Dulu saya adalah pelayan Thalhah bin Ubaidillah. Tugas saya adalah memberi minum kuda dan memandikannya. Sebagai imbalan dari pelayanan tersebut, saya mendapat makan darinya. Saya memang bertekad untuk meninggalkan keluarga dan harta saya untuk berhijrah di jalan Allah dan Rasul-Nya. Ketika kesepakatan perjanjian damai antara kami dengan penduduk kota Makkah telah terjalin, hingga kami sudah bisa saling berbaur, maka pada suatu hari saya pergi menuju sebuah pohon untuk beristirahat di bawahnya. Pada saat berbaring di bawah pohon itulah, tiba-tiba datang empat orang kaum musyrikin dari penduduk kota Makkah yang tengah menggunjingkan Rasulullah SAW, hingga membuat saya merasa benci terhadap mereka. Lalu saya pun pindah ke pohon yang lain sambil melihat mereka menggantungkan senjatanya dan setelah itu mereka pun tertidur. Pada saat itulah. sekonyong-konyong terdengar suara orang yang memanggil dari dasar jurang, 'Hai orang-orang Muhajirin, Ibnu Zunaim telah terbunuh!' Seketika itu juga saya cabut pedang saya sambil mendatangi keempat orang musyrikin yang tengah tidur tersebut. Saya ambil semua senjata mereka dan setelah itu saya berkata kepada mereka, 'Demi dzat yang telah memuliakan wajah Nabi Muhammad SAW, barang siapa ada di antara kalian yang berani mengangkat kepalanya, maka akan aku tebas lehernya!' Kemudian keempat orang kafir Quraisy tersebut akhirnya saya giring ke hadapan Rasulullah SAW. Pada saat yang bersamaan saya melihat Amir, paman saya, tengah menggiring seorang lelaki Quraisy yang bernama Mikraz untuk diajukan ke hadapan Rasulullah SAW. Lelaki Quraisy yang bernama Mikraz tersebut dibiarkan mengendarai seekor kuda yang ternyata diikuti sekitar tujuh puluh orang musyrikin dari anak buahnya. Sejenak Rasulullah SAW memandang mereka dan setelah itu berkata, 'Tinggalkanlah mereka, karena sesungguhnya mereka akan menanggung kezhaliman dari awal hingga akhir!? Kemudian Rasulullah SAW pun memaafkan mereka. Lalu Allah Subhanahu wa Ta 'ala menurunkan ayat Al Qur'an yang berbunyi: 'Dan Dia-lah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan (menahan) tangan kamu dari (membinasakan) mereka di tengah kota Makkah setelah Allah memenangkan kamu atas mereka' Setelah itu kami pulang bersama-sama ke kota Madinah dengan membawa kemenangan. Tetapi sebelumnya kami berhenti di suatu tempat. Jarak antara kami dan Bani Lihyan dipisahkan oleh sebuah gunung. Menurut informasi yang kami ketahui selama ini, kaum Bani Lihyan juga orang-orang musyrikin. Kemudian Rasulullah SAW menyatakan bahwa beliau akan mengampuni seseorang yang sanggup mendaki gunung tersebut pada malam hari. Memang gunung yang berada di hadapan mereka itu seakan-akan sedang menantang Rasulullah SAW dan para sahabat yang hadir pada saat itu. Pada malam itu juga, saya berhasil mendaki gunung tersebut sebanyak dua atau tiga kali. Akhirnya kami sampai di kota Madinah. Lalu Rasulullah SAW mengutus Rabbah, budak beliau, untuk mengawal unta yang tengah membawa muatan yang cukup besar. Lalu saya pun ikut menyertai Rabbah dengan menaiki kuda milik Thalhah. Pagi harinya saya mendengar informasi bahwa Abdurahman Al Fazari hendak mencegat rombongan kami. Memang benar, Abdurahman dapat saja menawan unta Rasulullah beserta muatannya. Bahkan kami dengar ia berhasil membunuh orang yang mengendarai unta tersebut. Saat itu saya telah mengatakan kepada Rabbah, 'Hai Rabbah, ambillah kuda ini dan serahkanlah kepada Thalhah bin Ubaidillah. Jangan sampai lupa, beritahukan kepada Rasulullah bahwa orang-orang musyrikin menawan rombongan unta yang beliau utus!' Setelah itu saya naik ke atas sebuah bukit. Sambil menghadap ke arah kota Madinah, saya berteriak dengan suara yang keras, Tolooong!' sebanyak tiga kali berturut-turut. Kemudian saya turun dari atas bukit sambil terus melepaskan anak panah ke arah sasaran musuh. Sementara itu, untuk menghibur hati, saya terus bersenandung: 'Aku adalah putra Al Akwa'. hari ini adalah hari kebinasaan' Dalam perjalanan mengejar musuh, saya bertemu dengan seorang lelaki dari kaum musyrikin. Lalu saya mulai membidikkan anak panah ke arahnya. Tak berapa lama kemudian, saya berhasil menancapkan sebatang anak panah yang tepat mengenai bagian bahunya. Dari kejauhan saya katakan kepadanya, 'Rasakanlah anak panah itu! Aku adalah putra Al Akwa', hari ini adalah hari kebinasaan.' Kembali saya meneruskan perjalanan sambil terus menyenandungkan senandung tersebut, sambil terus melancarkan serangan ke arah musuh dengan anak panah. Tiba-tiba saja dari arah depan, saya melihat seorang musuh yang sedang menunggang kuda menuju arah saya. Lalu saya segera bersembunyi di balik sebatang pohon yang rimbun. Begitu musuh yang menunggang kuda tersebut melintas, segera saya lepaskan anak panah saya, hingga berhasil melukainya. Tak berapa lama kemudian, datang lagi beberapa orang pasukan musuh. Namun, seperti sebelumnya, saya langsung memanjat ke atas sebuah bukit. Dari atas bukit tersebut saya berupaya menahan laju mereka dengan cara melemparkan batu-batu ke arah mereka, dan ternyata cara tersebut berhasil. Mereka mundur secara teratur dan membiarkan saya terus mengejarnya. Karena merasa keberatan dengan beban yang dibawa, akhirnya mereka menjatuhkan sebagian besar perbekalan mereka agar lebih ringan, agar dapat melarikan kendaraannya. Ternyata Rasulullah SAW dan para sahabat menyaksikan apa yang telah saya lakukan kepada musuh-musuh tersebut. Dengan berhimpit-himpitan, pasukan kaum musyrikin, berupaya menuruni sebuah bukit. Untungnya Fulan bin Badri Al Fazari telah siap menanti di bawah untuk membantu mereka. Kemudian mereka duduk-duduk sambil beristirahat karena kelelahan, sementara saya berhenti dan duduk di atas bukit. Dari atas bukit saya mendengar Al Fazari bertanya kepada teman-temannya yang baru saja menuruni bukit, 'Ada apa ini? Apa yang telah terjadi dengan kalian?' Kemudian mereka menceritakan kepadanya peristiwa yang baru dialami, hingga mereka semua lari tunggang-langgang. Mereka juga menceritakan bagaimana mereka terpaksa harus membuang barang-barang perbekalan mereka, agar dapat melarikan diri dengan leluasa. Lalu Al Fazari memerintahkan empat orang dari mereka untuk menghadap kepada saya. Akhirnya keempat orang tersebut bergegas naik ke atas bukit untuk menemui saya. Ketika jarak antara saya dan mereka telah dekat, hingga memungkinkan mereka untuk mendengar suara saya, maka saya berseru, 'Hai kalian berempat, apakah kalian mengenalku?' Mereka menjawab, 'Tidak, kami tidak mengenalmu. Siapa sebenarnya kamu?' Saya menjawab, 'Aku adalah Salama bin Al Akwa'. Demi Allah, aku tidak akan membiarkan kalian hidup. Mungkin begitu pula dengan kalian yang tidak mungkin membiarkan aku hidup.' Lalu saya mendengar salah seorang dari keempat orang tersebut berkata, 'Ya kami tidak akan membiarkanmu hidup.' Pada waktu yang bersamaan, saya melihat beberapa orang sahabat Rasulullah SAW yang tengah mengendarai kuda keluar dari balik semak-semak pepohonan menuju arah tempat saya berada. Pertama kali yang saya lihat adalah Akhram Al Asadi. Disusul Abu Qatadah AI Anshari. Setelah itu muncullah Miqdad bin Aswad Al Kindi RA. Ketika mengetahui bahwa saya tengah berhadap-hadapan dengan musuh, maka Akhram langsung bergegas maju untuk membantu saya. Tetapi segera saya menahan seraya berkata, 'Hai Akhram, hati-hati terhadap musuh-musuh kita ini! Jangan sampai mereka melukai atau mencelakaimu, hingga datang bala bantuan dari Rasulullah dan para sahabat lainnya.' Namun Akhram tetap bersikeras untuk membantu saya sambil berkata, 'Hai Salama, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kiamat, serta kamu yakin bahwa surga dan neraka itu sesuatu yang haq, maka janganlah kamu menghalangi saya untuk mati syahid.' Melihat tekad dan semangatnya itu, saya tidak dapat berbuat apa-apa. Saya biarkan Akhram maju untuk bertempur satu lawan satu. Lalu tampillah Abdurrahman yang menjadi lawan Akhram. Pada awalnya Akhram Al Asadi berhasil melukai kuda Abdurrahman. Namun akhirnya Abdurrahman berhasil menikam Akhram, hingga ia gugur sebagai seorang syahid. Lalu Abdurrahman mengambil kuda milik Akhram Al Asadi. Setelah itu majulah Abu Qatadah Al Anshari (seorang sahabat Rasulullah yang pandai mengendarai kuda), untuk menghadapi Abdurrahman. Kemudian terjadilah perang tanding satu lawan satu antara Abu Qatadah dan Abdurrahman, dan pertandingan tersebut dimenangkan oleh Abu Qatadah Al Anshari. Melihat hal itu saya berlari kencang menyusul pasukan kaum muslimin lainnya yang telah berjalan terlebih dahulu. Menjelang Maghrib pasukan kaum muslimin berhenti untuk mengasah panah di suatu tempat dekat telaga yang bernama Dzu Qarad. Karena merasa haus, akhirnya mereka meminum air dari telaga tersebut. Tetapi ketika melihat kedatangan saya yang mengendarai kuda dengan kencang, maka mereka tidak jadi meminum sedikitpun air telaga tersebut. Mereka langsung menyambut dan berlari bersama-sama dengan saya. Sambil berlari itulah saya mulai mengasah senjata saya dengan bantuan punggung salah seorang sahabat. Dalam perjalanan itu saya berkenalan dengannya sambil menceritakan beberapa peristiwa yang saya alami. Di tengah perjalanan para sahabat berhasil membunuh dua ekor kuda di atas sebuah bukit. Akhirnya kedua ekor binatang tersebut saya berikan kepada Rasulullah SAW. Pada saat itu pula saya bertemu dengan Amir, paman saya, yang sedang membawa sebuah bejana yang terbuat dari kulit, yang berisikan susu dan air. Kemudian saya berwudhu dengan air tersebut, serta meminum habis susunya. Kemudian saya menemui Rasulullah SAW, yang kebetulan pada saat itu telah mendapatkan kembali air yang pernah saya rebut dari tangan orang-orang Quraisy. Bahkan saya melihat beliau telah mendapatkan kembali unta berikut muatannya yang pernah dirampas orang-orang musyrikin. Lalu saya melihat Bilal tengah menyembelih seekor unta. Kemudian ia ambil hati dan punuk binatang tersebut. Setelah itu ia membakar dan mempersembahkannya kepada Rasulullah SAW. Saya mendekati Rasulullah SAW seraya berkata, 'Ya Rasulullah, biarkan saya memilih seratus orang dari pasukan musuh itu untuk saya amati. Barang siapa di antara mereka yang gerak-geriknya mencurigakan, seperti menginformasikan posisi kita sekarang, maka akan saya tebas batang lehernya!' Mendengar tekad saya, Rasulullah SAW hanya tersenyum — sampai-sampai gigi geraham beliau terlihat dengan jelas di siang hari itu. Kemudian beliau bertanya, 'Hai Salama, apakah kamu telah siap dengan apa yang akan kamu lakukan itu?' Saya menjawab, Tentu saja ya Rasulullah.' Selanjutnya beliau berkata, 'Ketahuilah hai Salama, sesungguhnya mereka sekarang sedang berada di wilayah kekuasan orang-orang Ghatafan' Lalu datanglah seorang lelaki dari Ghatafan seraya berkata, 'Si fulan telah menyembelih seekor unta untuk mereka.' Ketika mereka menguliti hewan tersebut, tiba-tiba mereka melihat debu mengepul, hingga mereka lari terbirit-birit. Pada pagi harinya, Rasulullah SAW bersabda, 'Saat ini tentara berkuda yang paling hebat adalah Abu Qatadah, sedangkan tentara pejalan kaki yang paling hebat adalah Salama.' Kemudian Rasulullah SAW memberikan dua batang tombak kepada saya; tombak untuk pasukan berkuda dan tombak untuk pasukan pejalan kaki biasa. Setelah itu kami kembali ke kota Madinah bersama-sama, dan saya berjalan di belakang Rasulullah SAW yang mengendarai untanya yang bernama 'Adhba. Ketika kami berada di tengah perjalanan. ada seorang sahabat dari Anshar yang mengajak kami untuk lomba lari cepat. Pada awalnya ajakan tersebut tidak dilayani, meskipun ia mengulangnya beberapa kali. Kemudian saya mendekati Rasulullah dan berkata, 'Ya Rasulullah, biarlah saya yang melayani 'tantangan' lomba lari cepat sahabat Anshar ini.' Rasulullah berkata. Silakan, jika kamu sanggup dan senang melakukannya!' Maka kamipun memulainya. Pada awalnya saya membiarkannya mendahului saya, tetapi saya tetap terus mengikutinya dari arah belakang. Hingga pada saat yang tepat, saya pacu lari saya sekencang-kencangnya dan akhirnya saya berhasil mendahuluinya. Setelah menetap selama tiga malam, akhirnya kami pergi berangkat ke Khaibar bersama Rasulullah SAW. Selama dalam perjalanan, Amir, paman saya, selalu bersenandung seperti di bawah ini: 'Sungguh, seandainya tidak ada Allah, niscaya kami tidak akan memperoleh petunjuk. kami tidak bersedekah, dan kami tidak bersembahyang. Kami senantiasa memohon anugerah-Mu. Mantapkanlah langkah kami, jika kami bertemu musuh, dan berikanlah ketenangan kepada hati kami' Rasulullah SAW bertanya, 'Siapa kamu hai orang yang bersenandung?' Paman saya menjawab. 'Saya adalah Amir ya Rasulullah.' Rasulullah SAW bersabda, 'Mudah-mudahan Tuhan berkenan mengampunimu.' Biasanya apabila Rasulullah SAW telah mendoakan seseorang untuk memperoleh ampunan, maka orang tersebut pasti mati syahid. Dari atas kudanya. Umar bin Khaththab RA berseru, 'Ya Rasulullah, doakanlah kami seperti engkau mendoakan Amir!' Ketika kami memasuki wilayah Khaibar, raja Khaibar yang bernama Marhab muncul menyambut kedatangan kami sambil mengacung-acungkan pedangnya dan berkata: 'Khaibar telah tahu bahwa akulah Marhab, yang lihai memainkan senjata, karena aku adalah seorang pahlawan yang sudah teruji keberaniannya. dan sebentar lagi pertempuran akan berkobar.' Dengan gagahnya, Amir (paman saya) maju menghadapinya seraya berkata: 'Khaibar pun tahu aku adalah Amir yang sangat piawai memainkan pedang, karena aku adalah seorang pahlawan yang gagah berani." Tak pelak lagi keduanya saling berhadap-hadapan untuk bertarung. Dalam satu gerakan saja, paman saya berhasil menjatuhkan pedang Marhab. Pada kesempatan ini paman saya memukulkan pedangnya dari arah bawah. Namun sayang, pedangnya itu justru mengenai pelupuk matanya sendiri, hingga ia jatuh dan gugur sebagai seorang syahid. Pada suatu hari saya sedang berjalan-jalan di sekitar perkemahan. Tiba-tiba saya mendengar beberapa orang sahabat sedang menggunjingkan almarhum paman saya. Menurut mereka, apa yang dilakukan paman saya hanyalah perbuatan yang sia-sia. Bahkan paman saya dianggap melakukan tindakan bunuh diri. Sambil menangis saya menemui Rasulullah SAW dan berkata, 'Ya Rasulullah, benarkah apa yang dilakukan paman saya sia-sia?' Betapa kagetnya Rasulullah SAW mendengar pernyataan saya, dan selanjutnya berkata, 'Siapa yang mengatakan seperti itu hai Salama?' Saya menjawab, 'Beberapa orang sahabat engkau ya Rasulullah?' Rasulullah SAW berkata, 'Sebenarnya orang yang mengatakan seperti itu telah berdusta. Justru pamanmu memperoleh dua pahala sekaligus.' Kemudian Rasulullah menyuruh saya menemui Ali yang sedang menderita sakit mata. Lalu Rasulullah SAW bersabda, 'Aku akan memberikan bendera ini kepada seseorang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, dan ia pun dicintai Allah dan Rasul-Nya." Saya menemui Ali yang sedang sakit mata dan menuntunnya kepada Rasulullah SAW. Setelah meludahi kedua mata Ali hingga sembuh, Rasulullah lalu memberikan bendera itu kepadanya. Lalu berangkatlah Ali menghadap Mahrab. Sesampainya di sana, Mahrab berkata: 'Khaibar mengetahui bahwa akulah yang bernama Mahrab, seorang yang lihai memainkan pedang, karena aku adalah seorang pahlawan yang teruji keberaniannya, dan sebentar lagi pertempuran akan berkobar.' Dengan tegar Ali bin Abu Thalib menjawab: "Akulah orang yang diberi nama singa Haidar. Aku akan terkam setiap orang yang berani menghadang. Aku akan bantai setiap musuh yang kutemui.' Setelah mengatakan itu Ali langsung maju dan menebas kepala Mahrab dengan pedangnya hingga ia tewas seketika." {Muslim 5/190-195}