Perjalanan Rasulullah Dari Gua Tsur
Ke Yastrib.
1.Setelah proses pencarian oleh kafir
Quroisy semakin mereda maka rasulullah melanjutkan perjalanan untuk menuju ke
Yastrib ataupun Madinah.
2.Rasulullah Serta Abu bakar r.a dan juga Amr bin Furaihah yang di pandu oleh Abdullah
bin Uraiqith melewati jalan yang jarang di lalui oleh manusia
3.Ketika Perjalanan sudah cukup jauh
rasulullah dan rekan beristirahat di padang pasir yang luas.[1]
4.Saat Rasulullah tertidur ,Abu bakar
r.a bertemu dengan pengembala kambing yang kemudian memberikan susu kambing
kepada rasulullah saw[2].
5. Rasulullah membonceng Abu bakar r.a , setiap bertemu orang dan ada yang bertanya siapa beliau jawaban abu bakar bersifat berdiplomasi[3]
6. Keberadaan rombongan rasulullah
tercium oleh Suraqah bin Malik , lalu ia mengejar rasulullah saw.[4]
7.dalam perjalanan ini rasulullah
menemui kemah milik ummu ma’bad di sana rasulullah dan rombongan istirahat ,
terjadi keberkahan Ketika rasulullah saw memerah susu kambing[5].
8.Rasulullah dan rombongan juga
bertemu dengan pengembala kambing lain ,
serta perampok yang kemudian mereka
masuk islam[6]
9.sebelum itu rasulullah dan
rombongan bertemu kafilah dagang dari syam yang di pimpin oleh Zubair , kafilah
ini adalah muslim.[7]
10.Rasulullah dan rombongan juga
bertemu dengan rombongan bani Aslam
11.Saat tiba di ghamim rombongan
rasulullah bertemu dengan Buraidah ibnu Hasib Al – Aslami yang ikut mencari rasulullah karena tergiur
sayembara 100 EKor unta , namun saat bertemu rasulullah justru ia masuk islam[8]
12.Pada 12 Rabiul Awwal 14 Kenabian (
Awal th 1 H ) Rasulullah sampai di Harrah
, di sambut oleh masyarakat yastrib ( Madinah )[9]
13.Sejumlah kaum muslimin madinah
yang belum pernah melihat rasulullah
menyalami Abu bakar yang ia sangka itu adalah Rasulullah[10]
14.Rasulullah melanjutkan Perjalanan
menuju Quba di sana 4 Hari dan membangun
masjid Quba dari masjid Quba Rasulullah dan rombongan melanjutkan
perjalanan menuju Madinah , setelah shalat jum’at di perkampungan Bani salim
ibnu Auf , Rasulullah sampai di Madinah[11]
Sumber :
1.Ar-rahiq Al Maktum , Syaik syafiurrahman Al - Mubarokfury
2.Biografi Rasulullah berdasarkan sumber-sumber otentik Dr.Mahdi Rizqullah Ahmad
[1] Imam al-Bukhariy meriwayatkan dari Abu Bakar
ash-Shiddiq radliyallâhu 'anhu, dia berkata, "Kami telah melakukan
perjalanan sepajang malam dan dari keesokan harinya hingga hari mencapai suhu
udara yang amat terik, jalanan lengang dan tidak satupun pelalu lalang. Lalu
aku menemukan sebuah batu besar disisinya
tidak terkena sinar matahari sehingga bisa untuk berteduh, lalu kami singgah
untuk berteduh di sana. Aku meratakan tempat dengan tanganku sendiri untuk Nabi
Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam sehingga beliau dapat tidur, lalu aku bentangkan
hamparan yang terbuat dari bulu binatang, sembari berkata, "Tidurlah,
wahai Rasulullah! Aku akan mengontrol kondisi di sekelilingmu." Lantas
beliau tertidur dan aku mengontrol kondisi di sekelilingnya,
[2] Abu Bakar R.a Melanjutkan Kisah nya : tiba-tiba saya melihat
seorang penggembala sedang menggiring kambingnya menuju batu besar tersebut
juga, dia ingin melakukan seperti yang kami lakukan. Lalu aku bertanya
kepadanya, "Kamu menggembalakan untuk siapa, wahai anakku."
Dia menjawab, "Seorang dari penduduk Madinah." (Dalam versi lain, "dari penduduk Mekkah.")
Aku bertanya, "Apakah kambing yang kamu gembalakan ada air susunya?."
Dia menjawab, "Ya."
Aku berkata, "Apakah dapat diperah?."
Dia menjawab, "Ya."
Lalu dia mengambil seekor kambing.
Aku berkata, "Perahlah susunya hingga tidak bersisa dan (hindari) dari tanah, bulu dan debu halus di matanya."
Lalu dia memerah semua air susu yang terkumpul pada setiap persendiannya. Saya memiliki wadah kecil berisi air dan membawanya kepada Nabi untuk beliau minum dan berwudlu darinya. Aku mendatanginya namun mendapatkannya masih tertidur sehingga aku tidak ingin membangunkannya, lalu setelah beliau terjaga barulah aku memberikannya. Aku menuangkan air ke susu sehingga bagian bawahnya menjadi dingin. Lalu aku berkata, "Minumlah, wahai Rasulullah!." Dia pun meminumnya hingga aku puas dengan hal itu, kemudian beliau berkata, "Bukankah sudah waktunya berangkat?."
Aku menjawab, "Benar."
Dia (Abu Bakar) berkata, "Lalu kamipun berangkat."
Dia menjawab, "Seorang dari penduduk Madinah." (Dalam versi lain, "dari penduduk Mekkah.")
Aku bertanya, "Apakah kambing yang kamu gembalakan ada air susunya?."
Dia menjawab, "Ya."
Aku berkata, "Apakah dapat diperah?."
Dia menjawab, "Ya."
Lalu dia mengambil seekor kambing.
Aku berkata, "Perahlah susunya hingga tidak bersisa dan (hindari) dari tanah, bulu dan debu halus di matanya."
Lalu dia memerah semua air susu yang terkumpul pada setiap persendiannya. Saya memiliki wadah kecil berisi air dan membawanya kepada Nabi untuk beliau minum dan berwudlu darinya. Aku mendatanginya namun mendapatkannya masih tertidur sehingga aku tidak ingin membangunkannya, lalu setelah beliau terjaga barulah aku memberikannya. Aku menuangkan air ke susu sehingga bagian bawahnya menjadi dingin. Lalu aku berkata, "Minumlah, wahai Rasulullah!." Dia pun meminumnya hingga aku puas dengan hal itu, kemudian beliau berkata, "Bukankah sudah waktunya berangkat?."
Aku menjawab, "Benar."
Dia (Abu Bakar) berkata, "Lalu kamipun berangkat."
[3] Diantara kebiasaan yang
dilakukan oleh Abu Bakar adalah selalu membonceng Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa
Sallam. Hal ini, karena beliau seorang sepuh yang sudah dikenal sementara Nabi
Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam masih muda dan belum dikenal. Seorang laki-laki
berkata kepada Abu Bakar, "Siapa laki-laki yang bersamamu ini?."
Dia menjawab,
"Dial ah orang yang menunjukan jalan kepada ku”
Maksud Abu Bakar, "menunjuki jalan kebaikan." Namun orang tersebut mengira hanya sekedar Petunjuk Jalan.
Dia menjawab,
"Dial ah orang yang menunjukan jalan kepada ku”
Maksud Abu Bakar, "menunjuki jalan kebaikan." Namun orang tersebut mengira hanya sekedar Petunjuk Jalan.
4. Diriwayatkan oleh Imam
al-Bukhâri dari Surâqah bin Mâlik, saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam beserta rombongan melintasi pemukiman Bani Mudlaj, salah seorang
penduduk pemukiman ini melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
rombongannya. Kemudian orang ini bergegas mendatangi kaumnya yang sedang
berkumpul, di antara mereka adalah Surâqah. Orang yang melihat Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini berkata: “Wahai Surâqah, aku tadi melihat
beberapa orang di pinggiran, mungkin itu Muhammad n dan para sahabatnya”.
Surâqah menceritakan dirinya setelah mendengar berita ini: “Saya yakin,
orang-orang itu adalah mereka (namun) saya mengatakan kepada yang membawa
berita ‘mereka itu bukan Muhammad dan para sahabatnya, tapi mereka adalah si
anu dan anu yang baru saja melintas di hadapan kami”. Inilah siasat Surâqah
supaya berhasil memenangkan sayembara dan mendapatkan hadiah. Dia pun tetap di
tempat duduknya beberapa saat. Kemudian ia bangkit dan masuk rumah. Dia
menyuruh budaknya agar mengeluarkan kudanya dari belakang. Sejuruh kemudian dia
pun mempersenjatai diri dan keluar menghampiri kudanya yang telah dipersiapkan
oleh budaknya di tempat yang tersembunyi. Dipaculah kudanya memburu Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan rombongannya. Begitu berhasil mengejar orang
yang diinginkan dan kudanya semakin mendekati rombongan tersebut, tiba-tiba
kuda tunggangannya terjerembab, dan ia pun terlempar dari punggung kuda.
Surâqah kemudian mengambil beberapa mata tombak untuk mengundi keputusannya.
Ini merupakan kebiasaan kaum jahiliyah sebelum melaksanakan sesuatu. Dia
melakukan undian untuk mengetahui, apakah perburuan itu tetap diteruskan
ataukah tidak? Ternyata, hasil undian tidak sesuai yang diinginkan oleh
nafsunya. Maka, ia pun mengingkari undian yang dilakukannya sendiri. Diraihlah
kudanya dan memacunya lagi memburu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
rombongannya yang sudah berada di depan mata. Ketika berhasil mencapai tempat
yang memungkinnya untuk mendengar doa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
, kedua kaki kudanya tertancap ke dalam tanah sampai sebatas lututnya. Diapun
turun dan menghardik kudanya, sehingga kuda itu bangkit kembali. Saat kudanya
mencabut kakinya yang tertanam, memancarlah cahaya dari bekas kaki kuda itu.
Dengan peristiwa ini, Surâqah merasa yakin jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam terlindungi dan akan mendapatkan kemenangan. Dia pun akhirnya
memanggil mereka dan berjanji tidak akan mengganggunya lagi. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan rombongan berhenti. Surâqah menghampiri dan
menceritakan kejadian yang dialaminya kepada mereka. Surâqah bercerita:
وَوَقَعَ فِي نَفْسِي حِينَ لَقِيتُ مَا لَقِيتُ مِنْ الْحَبْسِ عَنْهُمْ أَنْ
سَيَظْهَرُ أَمْرُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ
لَهُ إِنَّ قَوْمَكَ قَدْ جَعَلُوا فِيكَ الدِّيَةَ وَأَخْبَرْتُهُمْ أَخْبَارَ مَا
يُرِيدُ النَّاسُ بِهِمْ وَعَرَضْتُ عَلَيْهِمْ الزَّادَ وَالْمَتَاعَ فَلَمْ
يَرْزَآنِي وَلَمْ يَسْأَلَانِي إِلَّا أَنْ قَالَ أَخْفِ عَنَّا Setelah kejadian
apa yang aku alami, yaitu tidak berhasil menyentuh mereka, terbetik dalam
hatiku bahwa perkara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini akan menang.
Aku berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya
kaummu telah menjanjikan tebusan untuk dirimu”. Aku juga memberitahukan tentang
keinginan banyak orang berkaitan dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan rombongannya. Aku menawarkan bekal dan barang-barang, namun keduanya
(Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar Radhiyallahu anhu)
tidak menanggapi tawaranku, dan juga tidak menanyaiku. Beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam hanya berseru: “Rahasiakan tentang kami”. [HR Imam Bukhâri] Lalu
Surâqah meminta kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar membuatkan
untuknya surat jaminan keamanan, dan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memenuhi permintaannya. Disuruhlah Amir bin Fuhairah menuliskannya di atas
sepotong kulit. Setelah perjumpaannya dengan Surâqah, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam kembali melanjutkan perjalanan hijrahnya. Selama dalam
perjalananan ini banyak mengalami kejadian luar biasa yang membuktikan
kebenaran kenabian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Imam Bukhâri
rahimahullah juga meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Bakar Radhiyallahu
anhu, ia Radhiyallahu anhu berkata: “Kami berangkat menuju Madinah, sementara
banyak orang yang mencari kami. Tidak ada seorangpun yang berhasil menemukan
kami kecuali Surâqah bin Mâlik bin Ju’syum yang menyusul dengan kudanya. Aku
berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : ‘Orang ini berhasil
menemukan kita, wahai Rasulullah!” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyahut: ‘Jangan bersedih, sesungguhnya Allah Azza wa Jalla bersama kita’.”
Imam Bukhâri rahimahullah juga meriwayatkan sebuah hadits dari Anas bin Mâlik
Radhiyallahu anhu yang menjelaskan sebagian peristiwa ini. Setelah Surâqah
gagal dengan apa yang menjadi keinginannya, ia berkata : يَا نَبِيَّ اللَّهِ
مُرْنِي بِمَا شِئْتَ قَالَ فَقِفْ مَكَانَكَ لَا تَتْرُكَنَّ أَحَدًا يَلْحَقُ
بِنَا قَالَ فَكَانَ أَوَّلَ النَّهَارِ جَاهِدًا عَلَى نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ آخِرَ النَّهَارِ مَسْلَحَةً لَهُ “Wahai
Nabiyullah, perintahkan aku semaumu!” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Tetaplah kamu di tempatmu. Jangan engkau biarkan satu orangpun
menyusul kami”. Anas berkata: “Sehingga Surâqah menjadi orang yang memerangi
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam saat pagi hari dan (pada) sore harinya
menjadi senjata yang melindunginya”. Adapun surat jaminan keamanan yang diminta
Surâqah tetap dipeliharanya sampai ia mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam sembari membawa surat itu. Setelah perang Hunain, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memenuhi janjinya kepada Surâqah. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Hari ini, adalah hari menepati janji
dan hari berbuat baik,” dan pada hari itu juga, Surâqah menyatakan keislamannya
[5] Ummu Ma’bad Al-Khuza’iyah, Atikah bintu
Khalid bin Khalif bin Munqidz bin Rabi’ah bin Ashram bin Dhabis bin Haram bin
Habsyiyah bin Salul bin Ka’b bin ‘Amr dari Khuza’ah. Dia menikah dengan
sepupunya, Tamim bin ‘Abdil ‘Uzza bin Munqidz bin Rabi’ah bin Ashram bin Dhabis
bin Haram bin Habsyiyah bin Salul bin Ka’b bin ‘Amr dari Khuza’ah. Mereka
dikaruniai seorang anak yang mereka beri nama Ma’bad. Dengan nama inilah mereka
berkunyah.
Mereka berdua tinggal di Qudaid, antara Makkah dan Madinah. Namun mungkin mereka tak pernah menyangka, tempat tinggal mereka akan menjadi tempat yang masyhur dengan singgahnya utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala di sana.
Ummu Ma’bad adalah seorang wanita yang tekun dan ulet. Dia biasa duduk di serambi tendanya, memberi makanan dan minuman kepada siapa pun yang melewati tendanya.
Sementara itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu hendak melanjutkan perjalanan kembali setelah bersembunyi selama tiga hari dalam gua. Budak Abu Bakr, ‘Amr bin Fuhairah menyertai mereka. Juga seorang penunjuk jalan, Abdullah bin ‘Uraiqith Al-Laitsi yang datang pada hari yang ditentukan membawa dua tunggangan milik Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakr. Senin dini hari mereka berangkat.
Selasa, mereka sampai di Qudaid. Berempat mereka singgah di tenda Ummu Ma’bad. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakr meminta daging dan kurma yang dia miliki. Mereka hendak membelinya.
“Kalau kami memiliki sesuatu, tentu kalian tidak akan kesulitan mendapat jamuan,” kata Ummu Ma’bad. Saat itu adalah masa paceklik, kambing-kambing pun tidak beranak.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seekor kambing betina di samping tenda. “Mengapa kambing ini?” tanya beliau. “Dia tertinggal dari kambing-kambing yang lain karena lemah,” jawab Ummu Ma’bad. “Apa dia masih mengeluarkan susu?” tanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lagi. “Bahkan dia lebih payah dari itu!” ujar Ummu Ma’bad.
“Apakah engkau izinkan bila kuperah susunya?” tanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Boleh, demi ayah dan ibuku,” jawab Ummu Ma’bad. “Bila kau lihat dia masih bisa diperah susunya, perahlah!”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap kantong susu kambing betina itu sambil menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berdoa. Seketika itu juga, kantong susu kambing betina itu menggembung dan membesar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta bejana pada Ummu Ma’bad, lalu memerah susu kambing itu dalam bejana hingga penuh. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerahkan bejana itu pada Ummu Ma’bad. Ummu Ma’bad pun meminum susu itu hingga kenyang. Setelah itu beliau memberikannya kepada yang lainnya hingga mereka pun kenyang. Barulah beliau minum susu itu.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerah susu kambing itu lagi hingga memenuhi bejana. Beliau tinggalkan bejana yang penuh berisi susu itu untuk Ummu Ma’bad, kemudian mereka melanjutkan perjalanan.
Tak lama kemudian, suami Ummu Ma’bad datang sambil menggiring kambing-kambing yang kurus dan lemah. Ketika melihat bejana berisi susu, dia bertanya keheranan, “Dari mana susu ini? Padahal kambing-kambing kita tidak beranak dan di rumah tak ada kambing yang bisa diperah!”
“Demi Allah,” kata Ummu Ma’bad. “Tadi ada seseorang yang penuh berkah lewat di sini. Di antara ucapannya, begini dan begini ….”
“Demi Allah,” sahut Abu Ma’bad, “Aku yakin, dialah salah seorang Quraisy yang sedang mereka cari-cari! Gambarkan padaku, bagaimana ciri-cirinya, wahai Ummu Ma’bad!”
Ummu Ma’bad pun melukiskan sifat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dilihatnya, “Dia sungguh elok. Wajahnya berseri-seri. Bagus perawakannya, tidak gemuk, tidak kecil kepalanya, tampan rupawan. Bola matanya hitam legam, bulu matanya panjang. Suaranya agak serak-serak, dan lehernya jenjang. Jenggotnya lebat, matanya jeli bagaikan bercelak. Alisnya panjang melengkung dengan kedua ujung yang bertemu, rambutnya hitam legam. Bila diam, dia tampak berwibawa, bila berbicara, dia tampak ramah. Amat bagus dan elok dilihat dari kejauhan, amat tampan dipandang dari dekat. Manis tutur katanya, tidak sedikit bicaranya, tidak pula berlebihan, ucapannya bak untaian marjan. Perawakannya sedang, tidak dipandang remeh karena pendek, tak pula enggan mata memandangnya karena terlalu tinggi. Dia bagai pertengahan antara dua dahan, dia yang paling tampan dan paling mulia dari ketiga temannya yang lain. Dia memiliki teman-teman yang mengelilinginya. Bila dia berbicara, mereka mendengarkan ucapannya baik-baik. Bila dia memerintahkan sesuatu, mereka dengan segera melayani dan menaati perintahnya. Dia tak pernah bermuka masam dan tak bertele-tele ucapannya.”
Mendengar penuturan itu, Abu Ma’bad berkata yakin, “Demi Allah, dia pasti orang Quraisy yang sedang mereka cari-cari. Aku bertekad untuk menemaninya, dan sungguh aku akan melakukannya jika kudapatkan jalan untuk itu!”
Hari yang penuh kebaikan dari sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pada hari itu, Ummu Ma’bad masuk Islam.1 Dikisahkan, kambing Ummu Ma’bad yang diusap oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam panjang umurnya. Kambing itu tetap hidup sampai masa pemerintahan ‘Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu tahun 12 H dan selalu mengeluarkan air susunya saat diperah, pagi maupun sore hari.
Mereka berdua tinggal di Qudaid, antara Makkah dan Madinah. Namun mungkin mereka tak pernah menyangka, tempat tinggal mereka akan menjadi tempat yang masyhur dengan singgahnya utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala di sana.
Ummu Ma’bad adalah seorang wanita yang tekun dan ulet. Dia biasa duduk di serambi tendanya, memberi makanan dan minuman kepada siapa pun yang melewati tendanya.
Sementara itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu hendak melanjutkan perjalanan kembali setelah bersembunyi selama tiga hari dalam gua. Budak Abu Bakr, ‘Amr bin Fuhairah menyertai mereka. Juga seorang penunjuk jalan, Abdullah bin ‘Uraiqith Al-Laitsi yang datang pada hari yang ditentukan membawa dua tunggangan milik Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakr. Senin dini hari mereka berangkat.
Selasa, mereka sampai di Qudaid. Berempat mereka singgah di tenda Ummu Ma’bad. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakr meminta daging dan kurma yang dia miliki. Mereka hendak membelinya.
“Kalau kami memiliki sesuatu, tentu kalian tidak akan kesulitan mendapat jamuan,” kata Ummu Ma’bad. Saat itu adalah masa paceklik, kambing-kambing pun tidak beranak.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seekor kambing betina di samping tenda. “Mengapa kambing ini?” tanya beliau. “Dia tertinggal dari kambing-kambing yang lain karena lemah,” jawab Ummu Ma’bad. “Apa dia masih mengeluarkan susu?” tanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lagi. “Bahkan dia lebih payah dari itu!” ujar Ummu Ma’bad.
“Apakah engkau izinkan bila kuperah susunya?” tanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Boleh, demi ayah dan ibuku,” jawab Ummu Ma’bad. “Bila kau lihat dia masih bisa diperah susunya, perahlah!”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap kantong susu kambing betina itu sambil menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berdoa. Seketika itu juga, kantong susu kambing betina itu menggembung dan membesar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta bejana pada Ummu Ma’bad, lalu memerah susu kambing itu dalam bejana hingga penuh. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerahkan bejana itu pada Ummu Ma’bad. Ummu Ma’bad pun meminum susu itu hingga kenyang. Setelah itu beliau memberikannya kepada yang lainnya hingga mereka pun kenyang. Barulah beliau minum susu itu.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerah susu kambing itu lagi hingga memenuhi bejana. Beliau tinggalkan bejana yang penuh berisi susu itu untuk Ummu Ma’bad, kemudian mereka melanjutkan perjalanan.
Tak lama kemudian, suami Ummu Ma’bad datang sambil menggiring kambing-kambing yang kurus dan lemah. Ketika melihat bejana berisi susu, dia bertanya keheranan, “Dari mana susu ini? Padahal kambing-kambing kita tidak beranak dan di rumah tak ada kambing yang bisa diperah!”
“Demi Allah,” kata Ummu Ma’bad. “Tadi ada seseorang yang penuh berkah lewat di sini. Di antara ucapannya, begini dan begini ….”
“Demi Allah,” sahut Abu Ma’bad, “Aku yakin, dialah salah seorang Quraisy yang sedang mereka cari-cari! Gambarkan padaku, bagaimana ciri-cirinya, wahai Ummu Ma’bad!”
Ummu Ma’bad pun melukiskan sifat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dilihatnya, “Dia sungguh elok. Wajahnya berseri-seri. Bagus perawakannya, tidak gemuk, tidak kecil kepalanya, tampan rupawan. Bola matanya hitam legam, bulu matanya panjang. Suaranya agak serak-serak, dan lehernya jenjang. Jenggotnya lebat, matanya jeli bagaikan bercelak. Alisnya panjang melengkung dengan kedua ujung yang bertemu, rambutnya hitam legam. Bila diam, dia tampak berwibawa, bila berbicara, dia tampak ramah. Amat bagus dan elok dilihat dari kejauhan, amat tampan dipandang dari dekat. Manis tutur katanya, tidak sedikit bicaranya, tidak pula berlebihan, ucapannya bak untaian marjan. Perawakannya sedang, tidak dipandang remeh karena pendek, tak pula enggan mata memandangnya karena terlalu tinggi. Dia bagai pertengahan antara dua dahan, dia yang paling tampan dan paling mulia dari ketiga temannya yang lain. Dia memiliki teman-teman yang mengelilinginya. Bila dia berbicara, mereka mendengarkan ucapannya baik-baik. Bila dia memerintahkan sesuatu, mereka dengan segera melayani dan menaati perintahnya. Dia tak pernah bermuka masam dan tak bertele-tele ucapannya.”
Mendengar penuturan itu, Abu Ma’bad berkata yakin, “Demi Allah, dia pasti orang Quraisy yang sedang mereka cari-cari. Aku bertekad untuk menemaninya, dan sungguh aku akan melakukannya jika kudapatkan jalan untuk itu!”
Hari yang penuh kebaikan dari sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pada hari itu, Ummu Ma’bad masuk Islam.1 Dikisahkan, kambing Ummu Ma’bad yang diusap oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam panjang umurnya. Kambing itu tetap hidup sampai masa pemerintahan ‘Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu tahun 12 H dan selalu mengeluarkan air susunya saat diperah, pagi maupun sore hari.
[6] Sesampainya di Araj rombongan beliau sempat bingung
jalan mana yang harus di lewati , seorang penduduk kampung itu menunjukan jalan
pintas namun rawan penyamun dari kabilah Aslam , yang berjuluk Al muhanani ( 2 orang hina ) singkat cerita rasulullah bertemu dengan orang
itu , lalu menawarkan islam dan mereka masuk islam rasul ganti namanya menjadi
Al – Mukrinani ( 2 orang mulia ) beliau berpesan agar kelak orang itu dating ke
madinah
[7] Di dalam perjalanan juga, tepatnya di sebuah pedalaman Rîm,
Rasulullah berjumpa dengan az-Zubair yang ikut dalam rombongan kaum Muslimin.
Mereka ini adalah para pedagang yang ingin berangkat menuju kawasan Syam. Lalu
az-Zubair mengenakan untuk Rasulullah dan Abu Bakar pakaian yang putih
[8] Di dalam perjalanan,
Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam bertemu dengan Buraidah al-Hashib al-Aslamiy
yang juga terpincut dengan sayembara musyrikin Quroisy , Buraidah membawa serta bersamanya 80 keluarga ( ada
yang mengatakan 70 ) justru menyatakan
keislamannya bersama keluarga/suku nya itu . Rasulullah melakukan shalat 'Isya,
lalu mereka bermakmum dengan beliau, Buraidah meminta rasulullah menginap dan esok harinya Abu buraidah mengatakan Ya Rasulullah janganlah engkau memasuki Madinah
kecuali membawa bendera , di lepaskan sorbanya dan mengikatnya ke sebatang
anak panah , ia berjalan memandu beliau saw sampai memasuki Madinah.
[9] 'Urwah bin az-Zubair berkata, "Kaum Muslimin di Madinah
mengetahui keluarnya Rasulullah dari Mekkah. Setiap pagi, mereka pergi ke
al-Harrah (tapal perbatasan) menunggu kedatangan beliau hingga mereka terpaksa
harus pulang karena teriknya matahari. Suatu hari mereka juga terpaksa pulang
setelah lama menunggu kedatangan beliau. Tatkala mereka sudah beranjak ke rumah
masing-masing, seorang laki-laki Yahudi mengintip dari salah satu tembok rumah
mereka untuk mengetahui urusan yang ditunggu-tunggu tersebut, lalu dia melihat
Rasulullah dan para shahabatnya yang dalam kondisi cerah seakan fatamorgana
perjalanan telah hilang, maka orang Yahudi ini tidak dapat menahan untuk
berteriak sekencang-kencangnya, "Wahai kaum Arab! Ini apa yang kamu
tungggu sudah datang." Kaum Musliminpun serta-merta bangkit membawa
senjata. Mereka menemui Rasulullah di tapal perbatasan itu.
Ibn al-Qayyim berkata, "Dan terdengarlah suara bercampur-aduk dan pekik takbir di perkampungan Bani 'Amr bin 'Auf. Kaum Muslimin memekikkan takbir sebagai ungkapan kegembiraan atas kedatangan beliau dan keluar menyongsong beliau. Mereka menyambut dengan salam kenabian, mengerumuni beliau sembari berkeliling di seputarnya sementara ketenangan telah menyelimuti diri beliau dan wahyupun turun. Allah berfirman "
Ibn al-Qayyim berkata, "Dan terdengarlah suara bercampur-aduk dan pekik takbir di perkampungan Bani 'Amr bin 'Auf. Kaum Muslimin memekikkan takbir sebagai ungkapan kegembiraan atas kedatangan beliau dan keluar menyongsong beliau. Mereka menyambut dengan salam kenabian, mengerumuni beliau sembari berkeliling di seputarnya sementara ketenangan telah menyelimuti diri beliau dan wahyupun turun. Allah berfirman "
إِنْ تَتُوبَا إِلَى اللَّهِ فَقَدْ صَغَتْ
قُلُوبُكُمَا وَإِنْ تَظَاهَرَا عَلَيْهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ مَوْلاهُ
وَجِبْرِيلُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمَلائِكَةُ بَعْدَ ذَلِكَ ظَهِيرٌ )
jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, Maka Sesungguhnya hati
kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua
bantu-membantu menyusahkan Nabi, Maka Sesungguhnya
Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang
baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula.
[10] 'Urwah bin az-Zubair
berkata, "Maka mereka menemui Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam,
lantas beliau bersama mereka berjalan berbarengan ke arah kanan hingga singgah
di perkampungan Bani 'Amr bin 'Auf. Hal ini terjadi pada hari Senin, bulan Rabi'ul
Awwal. Abu Bakar berdiri menyongsong orang-orang sementara Rasulullah duduk dan
diam. Maka orang-orang yang datang dari kalangan Anshor dan belum pernah
melihat Rasulullah mengucapkan salam (mendatangi) Abu Bakar (karena mengira dia
adalah Rasulullah-penj.,) hingga kemudian sinar matahari mengenai Rasulullah
Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam. Karenanya, Abu Bakar langsung menghadap beliau
dan menaungi beliau dengan pakaiannya. Maka ketika itu, tahulah orang-orang
siapa Rasulullah."
[11] Di Quba`, Rasulullah singgah di kediaman Kultsum bin al-Hadm.
Dalam versi riwayat yang lain tertulis 'Sa'd bin Khaitsamah namun riwayat
pertama lebih valid. Sementara 'Aliy bin Abi Thalib tinggal di Mekkah selama
tiga kali sehingga dia bisa menggantikan Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam
dalam menunaikan titipan-titipan orang-orang yang diamanahkan kepada beliau.
Kemudian barulah dia berhijrah dengan berjalan kaki hingga akhirnya berjumpa
dengan keduanya di Quba` dan singgah juga di kediaman Kultsum bin al-Hadm.
Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam tinggal di Quba` selama empat hari; Senin, Selasa, Rabu dan Kamis. Selama itu, beliau mendirikan Masjid Quba` dan shalat di dalamnya. Inilah masjid pertama yang didirikan atas pondasi Taqwa setelah kenabian. Maka begitu masuk hari ke-lima, yakni Hari Jum'at, beliaupun berangkat lagi atas perintah Allah bersama Abu Bakar yang memboncengnya. Beliau juga mengutus orang untuk menemui Bani an-Najjar -para paman beliau dari pihak ibundanya-. Merekapun datang dengan menghunus pedang. Beliau berjalan menuju al-Madinah namun ketika di perkampungan Bani Salim bin 'Auf, waktu Jum'at sudah masuk, lalu beliau melakukan shalat Jum'at bersama mereka di Masjid yang berada di perut lembah itu. Mereka semua berjumlah seratus orang laki-laki.
Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam tinggal di Quba` selama empat hari; Senin, Selasa, Rabu dan Kamis. Selama itu, beliau mendirikan Masjid Quba` dan shalat di dalamnya. Inilah masjid pertama yang didirikan atas pondasi Taqwa setelah kenabian. Maka begitu masuk hari ke-lima, yakni Hari Jum'at, beliaupun berangkat lagi atas perintah Allah bersama Abu Bakar yang memboncengnya. Beliau juga mengutus orang untuk menemui Bani an-Najjar -para paman beliau dari pihak ibundanya-. Merekapun datang dengan menghunus pedang. Beliau berjalan menuju al-Madinah namun ketika di perkampungan Bani Salim bin 'Auf, waktu Jum'at sudah masuk, lalu beliau melakukan shalat Jum'at bersama mereka di Masjid yang berada di perut lembah itu. Mereka semua berjumlah seratus orang laki-laki.
Usai Shalat Jumat Rasulullah Meneruskan
Perjalanan Ke Yastrib Sejak saat itu Yastrib berubah menjadi
Madinaturrasul Hari itu adalah hari bersejarah yang amat agung.
Rumah-rumah dan lorong-lorong ketika itu bergemuruh pekikan Tahmid dan Taqdis
(penyucian). Wanita-wanita Anshor menyanyikan bait-bait berikut sebagai
ekspresi kegembiraan dan keriangan. *
Bulan Purnama telah menyinari kita dari Tsaniyyatul Wadâ' Kita wajib bersyukur Selama ada yang berdoa kepada Allah Wahai orang yang diutus kepada kami Engkau telah membawa perkara yang dita'ati
Bulan Purnama telah menyinari kita dari Tsaniyyatul Wadâ' Kita wajib bersyukur Selama ada yang berdoa kepada Allah Wahai orang yang diutus kepada kami Engkau telah membawa perkara yang dita'ati
0 Komentar